Gojek Berburu Investasi Rp28,3 Triliun
SeputarBerita - Gojek berencana untuk kembali berburu pendanaan baru sebesar US$2 miliar (Rp28,3 triliun; kurs Rp14.146,25) untuk berkompetisi dengan Grab.
Gojek berhasil mengamankan sekitar setengah dari target ini setelah beberapa investor sebelumnya sepakat untuk menambah investasi mereka dengan total nilai US$920 juta (Rp13 triliun), seperti diungkap tiga sumber yang mengetahui rencana investasi ini kepada TechCrunch.
Lesepakata ini akan diumumkan pekan depan. Jika investasi tersebut berhasil didapat, maka akan meningkatkan valuasi gojek senilai US$9,5 miliar (Rp134,3 triliun), seperti disebutkan salah satu sumber TechCrunch. Saat ini Gojek tengah aktif berburu investor lain untuk mencapai targetnya itu. Dana itu akan digunakan untuk memperluas pasar Gojek di negara baru dan mendorong layanan fintech mereka.
Sebelumya, total investasi yang berhasil dikumpulkan Gojek lebih dari US$2 miliar dari berbagai investor. Pendanaan ini berhasil mengerek nilai valuasi Gojek ke angka US$ 5 miliar. Namun, sebagian besar dana ini didapat dari putaran pendanaan terakhirnya yang ditutup tahun lalu dan berhasil meraup US$1,4 miliar.
Gojek dirintis pada 2015 dan menawarkan jasa ojek panggilan lewat telepon. Setelah Grab masuk ke tanah air dan menawarkan layanan pemesanan taksi lewat aplikasi, Gojek lantas membuat layanan pemanggilan ojek berbasis aplikasi.
Berikutnya, Gojek berekspansi dengan menjajakan layanan pemesanan kendaraan roda empat, pemesanan makanan, hingga bisnis fintech.
Gojek juga dirumorkan tengah melakukan pembicaraan untuk mengakuisisi JD.ID senilai US@1 miliar. Namun, keduanya belum mencapai kesepakatan. Akuisisi ini akan memperkuat posisi Gojek di layanan e-commerce Indonesia bersama dengan tiga unicorn lain, Lazada (milik Alibaba), Tokopedia (yang dibekingi Alibaba dan Softbank Vision Fund), dan Bukalapak.
Namun, co-founder Gojek Kevin Aluwi kepada Reuters menyebut kalau mereka tak ada rencana untuk masuk ke pasar e-Commerce.
Persaingan pasar layanan transportasi online kian sengit apalagi melihat laporan Google dan Temasek yang menyebut layanan ini akan tumbuh dari US$8 miliiar pertahun pada 2018 menjadi US$31 miliar pada 2025. Indonesia sendiri menguasai setengah dari angka ini.
Dengan penduduk 620 juta dan makin meningkatnya akses internet, Asia Tenggara menjadi bayang-bayang bagi pertumbuhan startup yang menarik setelah China dan India. Perusahaan raksasa China seperti Tencent dan Alibaba aktif berinvestasi di wilayah ini dalam beberapa tahun belakangan.
Post a Comment