. . .

Header Ads


PTPP Buka Peluang Ikut Bangun Infrastruktur di Ibu Kota Baru


SeputarBerita - PT Perusahaan Pembangunan (Persero) Tbk (PTPP) membuka peluang untuk ikut andil membangun proyek infrastruktur jika pemerintah jadi memindahkan ibu kota baru dari Jakarta ke wilayah lain. Perusahaan pelat merah ini menyambut baik rencana pemerintah tersebut.

Direktur Utama Lukman Hidayat mengatakan pihak menanti kepastian pemerintah terkait kota mana yang akan dipilih sebagai pengganti ibu kota DKI Jakarta. Ia mengaku perusahaan terus berdiskusi secara internal agar siap mengikuti tender proyek.

"Ini kan baru kemarin Presiden dan menteri membahas itu, tapi yang jelas pemindahan ibu kota tidak cepat tapi lama. Banyak aspek, di Kalimantan mana kami belum tahu," ungkap Lukman, Selasa (30/4).

Namun, PTPP sebenarnya tak banyak memiliki lahan di luar Pulau Jawa. Totalnya hanya 25 hektare (ha). Ia juga tak merinci detail luas lahannya di Kalimantan.

"Ada rencana untuk tambah lahan di luar Jawa, kami ingin masuk di Kalimantan Timur. Itu sudah dibicarakan dengan pemilik lahan," katanya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sinyal untuk memindahkan ibu kota di DKI Jakarta ke Kalimantan. Hal ini lantaran jumlah penduduk di Kalimantan yang masih sangat rendah.

Ia sengaja tak memilih Pulau Jawa sebagai pengganti ibu kota DKI Jakarta karena populasinya yang terlampau padat. Berdasarkan data yang ia miliki, jumlah penduduk di Pulau Jawa mencapai 57 persen dari total populasi di Indonesia.

Sementara, jumlah penduduk di Kalimantan hanya 6 persen, Sulawesi 7 persen, Maluku dan Papua hanya 3 persen. Kemudian, di Sumatra masih tinggi sekitar 21 persen.

"Di Kalimantan 6 persen, nah ini masih 6 persen, baru 6 persen. Pertanyaannya, apakah di Jawa mau ditambah? Sudah 57 persen. Ada yang 6 persen, 7 persen, dan 3 persen," ucap Jokowi.

Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengusulkan untuk membentuk badan otoritas khusus untuk mengurus pemindahan ibu kota agar prosesnya lebih lancar dan cepat. Sebab, proses pemindahan ibu kota memakan waktu cukup lama, minimal lima sampai 10 tahun.

"Kami melihat pengalaman Korea, dari Seoul ke Sejong itu bertahap sampai 2030, jadi multiyears, karena itu, perlu ditangani oleh tim khusus. Usulan kami memang semacam badan otorita," kata Bambang.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.